Panduan Ibadah Kurban Menurut Mazhab Syafi’i: Hukum, Tata Cara, dan Waktu Pelaksanaan

Daftar Isi

Panduan Ibadah Kurban Menurut Mazhab Syafi’i: Hukum, Tata Cara, dan Waktu Pelaksanaan

Artikdia - Idul Adha merupakan salah satu momen agung dalam Islam yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah. Selain sebagai hari raya besar, Idul Adha juga menjadi momentum pelaksanaan ibadah kurban, yaitu penyembelihan hewan ternak sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan penghayatan terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim AS.

Dalam konteks sosial-keagamaan, ibadah kurban bukan hanya sekadar ritual tahunan, melainkan juga sarana untuk memperkuat nilai solidaritas dan spiritualitas umat Islam.

Hukum Kurban dalam Mazhab Syafi’i

Kurban Sebagai Sunnah Muakkad

Dalam pandangan Mazhab Syafi’i, hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkad. Artinya, kurban sangat dianjurkan bagi umat Islam yang mampu secara finansial dan tidak sedang dalam perjalanan (mukim), namun tidak diwajibkan.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menjelaskan bahwa meski kurban tidak bersifat wajib, meninggalkannya bagi yang mampu tanpa alasan dianggap kurang dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

“Berkurban adalah simbol ketakwaan. Ia bukan kewajiban, tetapi menjadi tanda cinta dan taat kepada Allah bagi siapa saja yang diberi kelapangan rezeki,” ungkap salah satu pengasuh pondok pesantren di Pasuruan.

Dengan status hukum ini, umat Islam tetap diberi keleluasaan dalam menjalankan ibadah kurban, namun semangat pelaksanaannya tetap dijaga.

Syarat Hewan Kurban Menurut Fikih Syafi’i

Jenis dan Kondisi Hewan yang Sah

Dalam Mazhab Syafi’i, hewan yang sah untuk kurban harus berasal dari jenis ternak: unta, sapi, atau kambing. Selain jenis, usia hewan juga ditentukan secara spesifik. Kambing wajib berusia minimun satu tahun (musinnah), sebaliknya domba boleh berusia 6 bulan (jadza’ah) asalkan sehat serta gendut.

Lebih lanjut, hewan tidak boleh mengalami cacat berat, seperti buta, pincang, atau sangat kurus. Bila ditemui cacat yang jelas kurangi mutu hewan, hingga penyembelihan tersebut tidak legal selaku kurban. 

Panduan Ibadah Kurban Menurut Mazhab Syafi’i: Hukum, Tata Cara, dan Waktu Pelaksanaan
Sumber: kanjabung

Waktu Pelaksanaan Penyembelihan Kurban

Dari Setelah Salat Id hingga Hari Tasyrik

Waktu pelaksanaan kurban dimulai sejak selesai salat Idul Adha pada 10 Dzulhijjah dan berakhir saat matahari terbenam pada 13 Dzulhijjah. Menyembelih hewan sebelum salat Id membuat kurban tidak sah, dan hanya dianggap sebagai sembelihan biasa.

Dalam sebuah hadist riwayat Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang menyembelih sebelum salat Id, maka itu hanyalah daging biasa, bukan kurban.”

Dengan demikian, pengetahuan tentang waktu yang tepat menjadi penting agar kurban memiliki nilai ibadah yang sah secara syariat.

Tata Cara Penyembelihan dan Niat Kurban

Menyembelih Sendiri atau Diwakilkan

Dalam penerapannya disunnahkan untuk orang yang berkurban buat menyembelih sendiri hewannya. Tetapi bila tidak sanggup boleh diwakilkan kepada orang lain. Dikala penyembelihan, disarankan buat menyebut nama orang yang berkurban selaku wujud hasrat.

Tindakan ini menunjukkan kesungguhan hati dan kepasrahan dalam menjalankan ibadah kurban, serta menambah kesakralan proses penyembelihan.

Distribusi Daging Kurban Menurut Mazhab Syafi’i

Pembagian dan Konsumsi yang Dianjurkan

Salah satu aspek berarti dari ibadah kurban merupakan distribusi daging kurban. Mazhab Syafi’i menyarankan agar daging dibagi menjadi tiga bagian: sepertiga dikonsumsi oleh orang yang berkurban, sepertiga diberikan kepada kerabat, dan sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin.

Tetapi bila kurban tersebut berasal dari nazar, hingga segala bagian daging harus disedekahkan. Orang yang bernazar tidak diperbolehkan memakan daging dari kurbannya sendiri.

Nilai Sosial dan Maqashid Syariah dalam Kurban

Kurban Bukan Hanya Ibadah Individu

Lebih dari semata-mata ibadah ritual, kurban mempunyai nilai sosial besar. Distribusi daging kurban merupakan bentuk nyata dari pemerataan rezeki, khususnya bagi masyarakat kurang mampu. Perihal ini selaras dengan maqashid syariah dalam kurban, ialah melindungi harta serta kemaslahatan umat. 

Lembaga zakat, masjid, hingga pesantren memainkan peran penting dalam mengelola dan menyalurkan daging kepada masyarakat yang membutuhkan, menciptakan jaringan sosial yang kokoh dalam semangat Idul Adha.

Kurban sebagai Wujud Ketakwaan

Allah SWT menegaskan dalam QS. Al-Hajj ayat 37:

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.

Ayat ini menguatkan kalau hakikat kurban bukan pada raga hewan, melainkan pada ketulusan hasrat serta ketakwaan pelakunya. Menjalankan kurban dengan ikhlas dan penuh pemahaman adalah jalan menuju kedekatan dengan Sang Pencipta.

Idul Adha merupakan momentum menyempurnakan iman lewat pengorbanan serta kepedulian sosial. Dengan memahami hukum dan tata cara kurban menurut mazhab Syafi’i, umat Islam di Indonesia dapat melaksanakan ibadah ini dengan benar, bermakna, dan berlandaskan syariah. 

Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM