Ketentuan Hewan, Penyembelihan & Pembagian Daging Aqiqah
Namun, seringkali muncul kebingungan di kalangan orang tua baru. "Hewan apa yang sah untuk aqiqah?", "Apakah dagingnya harus dimasak dulu atau boleh mentah?", atau "Bagaimana jika tidak bisa melaksanakannya tepat di hari ketujuh?"
Pertanyaan-pertanyaan ini wajar muncul karena keinginan kita untuk memberikan yang terbaik dan sesuai tuntunan agama. Memahami dasar aqiqah secara mendalam—mulai dari pemilihan hewan hingga teknis pembagian daging—sangatlah penting agar ibadah ini tidak hanya menjadi seremonial belaka, tetapi juga sah dan diterima di sisi Allah SWT.
Artikel ini akan mengupas tuntas panduan lengkap mengenai aqiqah, baik untuk Ayah Bunda yang sedang bersiap menyambut si Kecil, maupun bagi Anda yang ingin memastikan layanan aqiqah yang dipilih sudah sesuai syariat.
Kenapa Memahami Dasar Aqiqah Itu Penting?
Sebelum masuk ke teknis pelaksanaan, mari kita luruskan pemahaman kita tentang makna ibadah ini. Secara bahasa, aqiqah berarti "memutus" atau "melubangi". Dalam terminologi syariat, aqiqah dimaknai sebagai penyembelihan hewan ternak pada hari ketujuh kelahiran anak sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Hikmah dan Tujuan
Dasar aqiqah bukan sekadar pesta makan-makan. Ibadah ini memiliki tujuan spiritual yang dalam, di antaranya:
Wujud Syukur: Mengakui bahwa anak adalah titipan dan karunia Allah.
Penebus Gadai: Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya..." (HR. Abu Daud). Aqiqah diharapkan menjadi sebab terlepasnya kekangan setan pada anak dan pembuka syafaat bagi orang tuanya kelak.
Berbagi Kebahagiaan: Mempererat tali silaturahmi dengan kerabat dan tetangga melalui jamuan makanan.
Para ulama mayoritas sepakat bahwa hukum aqiqah adalah Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi orang tua yang mampu. Oleh karena itu, memahami aturannya secara rinci adalah langkah awal untuk meraih kesempurnaan pahala tersebut.
Ketentuan Hewan Aqiqah Sesuai Syariat
Salah satu pilar utama dalam dasar aqiqah adalah hewan sembelihan. Tidak semua hewan ternak bisa dijadikan hewan aqiqah. Ada kriteria spesifik yang harus dipenuhi agar ibadah ini sah.
1. Jenis Hewan
Para ulama sepakat bahwa hewan yang disyariatkan untuk aqiqah adalah dari jenis kambing atau domba. Hal ini didasarkan pada praktik Rasulullah SAW yang mengaqiqahi cucu beliau, Hasan dan Husein, dengan domba.
Meskipun ada pendapat minoritas yang membolehkan hewan ternak lain (seperti sapi atau unta), jumhur ulama (mayoritas) berpegang teguh bahwa kambing atau domba adalah yang paling utama (afdhal) karena sesuai dengan nas hadis secara langsung.
2. Jumlah Hewan
Ketentuan jumlah hewan dibedakan berdasarkan jenis kelamin bayi:
Anak Laki-laki: Disunnahkan menyembelih 2 ekor kambing/domba yang sepadan (mirip umur dan besarnya).
Anak Perempuan: Disunnahkan menyembelih 1 ekor kambing/domba.
Mengapa berbeda? Ini adalah bentuk ketaatan (ta'abbudi) terhadap perintah Rasulullah SAW. Namun, bagi keluarga yang memiliki anak laki-laki tetapi secara finansial hanya mampu menyembelih satu ekor, para ulama membolehkannya dan aqiqahnya tetap dianggap sah.
3. Syarat Hewan Aqiqah
Sama seperti ibadah kurban, syarat aqiqah terkait fisik hewan sangat ketat. Hewan yang dipilih haruslah yang terbaik, bukan yang sisa atau sakit.
Cukup Umur (Musinnah):
Untuk Kambing (jenis Jawa/Kacang): Minimal berusia 1 tahun atau sudah masuk tahun kedua.
Untuk Domba/Biri-biri: Minimal berusia 6 bulan (jika tubuhnya besar dan sehat/ Jadza'ah).
Sehat dan Bebas Cacat: Hewan tidak boleh buta, pincang, sakit yang jelas terlihat, atau sangat kurus hingga tidak bersumsum. Telinga dan ekornya sebaiknya utuh.
Catatan Penting: Perbedaan mendasar antara hewan aqiqah dan kurban hanya terletak pada niat dan waktu pelaksanaannya. Secara spesifikasi fisik, keduanya memiliki standar kualitas yang sama tingginya.
Tata Cara Penyembelihan Aqiqah
Setelah mendapatkan hewan yang memenuhi syarat, langkah selanjutnya adalah proses penyembelihan. Ini adalah momen krusial dalam dasar aqiqah.
1. Waktu Pelaksanaan
Waktu yang paling utama (afdhal) adalah pada hari ke-7 setelah kelahiran. Cara menghitungnya adalah dengan menyertakan hari kelahiran sebagai hari pertama.
Contoh: Jika bayi lahir hari Senin, maka hari ke-7 adalah hari Ahad berikutnya.
Jika berhalangan di hari ke-7, riwayat lain menyebutkan bisa dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21. Namun, jika kondisi ekonomi belum memungkinkan, sebagian ulama berpendapat aqiqah bisa dilakukan kapan saja selama anak belum baligh.
2. Adab dan Prosesi Menyembelih
Penyembelihan hewan aqiqah harus dilakukan oleh orang yang ahli dan memahami syariat (Muslim, baligh, dan berakal). Berikut adab-adabnya:
Menggunakan pisau yang sangat tajam agar tidak menyiksa hewan.
Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Membaca Basmalah ("Bismillahi Allahu Akbar").
Membaca Shalawat Nabi.
Berniat Khusus: Saat menyembelih, disunnahkan menyebutkan nama anak dan orang tuanya.
Niat: "Bismillahi wa Allahu Akbar, ya Allah ini adalah aqiqah dari [Nama Anak] bin [Nama Ayah], terimalah dariku/darinya."
3. Menyembelih Sendiri vs Jasa Aqiqah
Bolehkah menyembelih di rumah? Tentu sangat boleh dan justru dianjurkan jika Ayah mampu. Namun, di era modern dengan keterbatasan lahan dan waktu, menggunakan jasa aqiqah profesional adalah solusi yang sah.
Jika menggunakan jasa, pastikan penyedia layanan tersebut amanah. Mintalah bukti dokumentasi (video/foto) saat hewan disembelih dan pastikan nama anak Anda disebutkan saat prosesi tersebut. Ini penting untuk memastikan dasar aqiqah terpenuhi.
Aturan Pembagian Daging Aqiqah
Setelah hewan disembelih, dagingnya akan diolah. Di sinilah letak perbedaan unik antara aqiqah dan kurban yang perlu dipahami oleh keluarga Muslim.
1. Daging Sebaiknya Dimasak
Berbeda dengan daging kurban yang disunnahkan dibagikan dalam kondisi mentah, daging aqiqah disunnahkan untuk dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan.
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan hikmahnya: "Hal ini (memasak daging) adalah bentuk kebaikan dan rasa syukur, serta mencegah tetangga atau orang miskin dari beban memasak, sehingga mereka bisa langsung menikmati makanan tersebut dengan gembira."
2. Sasaran Pembagian (Mustahik)
Secara umum, pembagian daging aqiqah mirip dengan kurban, yaitu dibagi menjadi tiga bagian:
Sedekah: Diberikan kepada fakir miskin dan kaum duafa yang membutuhkan. Ini adalah prioritas utama untuk meraih pahala sosial.
Hadiah: Diberikan kepada kerabat, tetangga dekat, teman, atau rekan kerja (walaupun mereka orang kaya/mampu) untuk mempererat ukhuwah.
Konsumsi Sendiri: Keluarga yang beraqiqah (shohibul aqiqah) diperbolehkan memakan sebagian dagingnya.
Ada mitos yang mengatakan orang tua tidak boleh makan daging aqiqah anaknya sendiri. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa hal itu boleh, kecuali jika aqiqah tersebut adalah aqiqah nazar (janji), maka seluruhnya harus disedekahkan.
3. Tips Pengemasan
Agar nilai sedekah lebih sempurna, perhatikan cara penyajiannya. Hindari memberikan masakan dalam wadah yang berantakan. Gunakan kemasan boks (nasi kotak) yang rapi, higienis, dan pantas. Ini adalah bentuk penghormatan kita kepada penerima.
Memastikan Aqiqah Sesuai Syariat & Tetap Praktis
Melaksanakan aqiqah adalah langkah awal orang tua dalam menanamkan nilai-nilai Islam kepada buah hati. Dengan memahami dasar aqiqah—mulai dari pemilihan kambing yang sehat, penyembelihan yang syar'i, hingga pembagian daging yang matang dan santun—kita berharap ibadah ini diterima oleh Allah SWT dan membawa keberkahan bagi sang anak.
Jangan ragu untuk bertanya kepada ustaz atau ahli agama jika ada keraguan mengenai teknis pelaksanaannya. Dan jika Anda memilih untuk menggunakan penyedia layanan aqiqah, pilihlah yang transparan, profesional, dan paham betul tentang fikih muamalah serta penyembelihan.
Semoga Allah memudahkan Ayah Bunda dalam menunaikan ibadah aqiqah, dan menjadikan si Kecil anak yang saleh, cerdas, serta berbakti kepada orang tua.

