Perlindungan Hak dan Kewajiban Atlet: Perspektif Hukum dan Kebijakan
ARTIKDIA - Olahraga memiliki peran strategis dalam membentuk kualitas sumber daya manusia, memperkuat persatuan bangsa, sekaligus menjadi medium diplomasi internasional.
Atlet, sebagai subjek utama dalam aktivitas olahraga, tidak hanya dituntut untuk menorehkan prestasi, tetapi juga menghadapi tantangan kompleks terkait perlindungan hak dan pemenuhan kewajiban.
Dalam konteks hukum, atlet merupakan warga negara yang memiliki hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), khususnya Pasal 28C dan 28D yang menegaskan hak setiap warga negara atas pengembangan diri, perlakuan yang adil, serta kepastian hukum.
Namun, dalam praktiknya, tidak jarang atlet menghadapi berbagai permasalahan, seperti kontrak kerja yang tidak seimbang, kurangnya jaminan sosial dan pendidikan, hingga lemahnya perlindungan hukum ketika mereka mengalami cedera atau memasuki masa pensiun.
Oleh sebab itu, isu
mengenai perlindungan hak dan kewajiban atlet menjadi relevan untuk
dikaji dari perspektif hukum dan kebijakan, baik dalam lingkup nasional maupun
internasional.
Kerangka Hukum Nasional tentang Perlindungan Atlet
1. Hak Atlet dalam Regulasi Nasional
Secara normatif, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2022 tentang Keolahragaan memberikan landasan hukum yang kuat
mengenai hak dan kewajiban atlet. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa
atlet berhak memperoleh:
- Perlindungan kesehatan dan keselamatan selama menjalankan aktivitas olahraga.
- Penghargaan dan penghormatan atas prestasi yang diraih, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial.
- Jaminan pembelajaran yang membolehkan atlet, spesialnya atlet pelajar, senantiasa mendapatkan akses belajar walaupun aktif dalam aktivitas berolahraga intensif.
- Jaminan
sosial dan masa depan berupa pensiun atau
dukungan karier pasca-pensiun.
Lebih jauh, Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan menekankan pentingnya
pembinaan, penghargaan, dan perlindungan bagi atlet. Hal ini menunjukkan bahwa
secara normatif, negara hadir untuk memastikan hak-hak atlet terpenuhi.
2. Kewajiban Atlet
Selain hak, atlet juga memiliki kewajiban
hukum dan moral. Beberapa kewajiban utama antara lain:
- Menjunjung tinggi nilai sportivitas dan etika olahraga.
- Disiplin dalam menjalankan latihan, kompetisi, serta mematuhi instruksi pelatih dan regulasi organisasi olahraga.
- Melindungi nama baik bangsa kala berkompetisi di tingkat internasional.
- Mematuhi ketentuan terpaut anti-doping, sebagaimana diatur oleh
Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) serta syarat World Anti-Doping Agency
(WADA).
Dengan demikian, keseimbangan antara hak dan
kewajiban atlet harus dikelola melalui mekanisme hukum dan kebijakan yang adil
serta implementasi yang konsisten.
Perspektif Hukum Internasional
1. Instrumen Hukum Internasional
Dalam lingkup global, perlindungan hak atlet
terkait erat dengan berbagai instrumen hukum internasional Kesepakatan UNESCO Anti-Doping in Sport
(2005) jadi salah satu regulasi internasional berarti yang mengikat
negara-negara anggota, tercantum Indonesia, buat melindungi atlet dari aplikasi
doping sekalian melindungi integritas berolahraga.
Selain itu, prinsip-prinsip Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (1948), khususnya Pasal 24 tentang hak atas
istirahat dan waktu luang, dapat ditafsirkan sebagai bagian dari perlindungan
hak atlet terhadap eksploitasi.
Lebih jauh, Olympic Charter yang
menjadi dasar penyelenggaraan Olimpiade menegaskan bahwa atlet berhak
memperoleh kesempatan berkompetisi secara adil, bebas dari diskriminasi, serta
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi komersial yang merugikan.
2. Studi Perbandingan
Beberapa negara maju telah mengembangkan
mekanisme perlindungan atlet yang cukup komprehensif. Misalnya:
- Uni Eropa melalui kebijakan European Sports Charter yang menekankan keseimbangan antara prestasi olahraga dan perlindungan hak sosial atlet.
- Amerika Serikat yang mengintegrasikan perlindungan atlet dengan skema scholar-athlete, memungkinkan atlet untuk menempuh pendidikan tinggi sembari berkarier di dunia olahraga.
- Jepang serta Korea Selatan yang
menekankan proteksi jaminan sosial untuk atlet pensiun lewat mekanisme
asuransi berolahraga.
Dari praktik internasional tersebut, Indonesia
dapat mengambil pelajaran untuk memperkuat sistem perlindungan hukum dan
kebijakan bagi atlet.
Isu-Isu Aktual Perlindungan Atlet
1. Kontrak yang Tidak Adil
Salah satu persoalan klasik adalah keberadaan
kontrak yang tidak seimbang antara atlet dan klub/organisasi olahraga. Tidak
jarang kontrak dibuat sepihak, tanpa mempertimbangkan kepentingan dan masa
depan atlet, misalnya dalam hal pembagian keuntungan, klausul transfer, atau
durasi kontrak yang terlalu panjang.
2. Kasus Doping dan Sanksi
Aplikasi doping masih jadi ancaman
sungguh-sungguh yang tidak cuma merugikan kesehatan atlet, namun pula karier
handal mereka. Sanksi larangan bertanding dapat membuat atlet kehilangan masa
emasnya, sementara mekanisme perlindungan hukum sering kali belum optimal.
3. Hak Pendidikan bagi Atlet Pelajar
Atlet pelajar kerap menghadapi dilema antara
mengejar prestasi olahraga dan menuntaskan pendidikan formal. Kebijakan dual
career atau karier ganda masih terbatas penerapannya di Indonesia, sehingga
banyak atlet kehilangan kesempatan melanjutkan studi ketika fokus berkompetisi.
4. Jaminan Hari Tua dan Pensiun
Masa pensiun atlet relatif singkat
dibandingkan profesi lain. Sayangnya, belum ada skema perlindungan hari tua
yang memadai, sehingga banyak atlet kesulitan beradaptasi setelah tidak lagi
aktif di lapangan.
Kebijakan Pemerintah dan Lembaga Terkait
Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan
Olahraga (Kemenpora) memiliki peran utama dalam merumuskan dan menjalankan
kebijakan perlindungan atlet. Beberapa langkah yang telah diambil antara lain:
- Pemberian beasiswa pendidikan bagi atlet pelajar dan mahasiswa.
- Program jaminan sosial serta kesehatan bekerja sama dengan BPJS.
- Penghargaan finansial berupa bonus prestasi yang diberikan kepada
atlet berprestasi di ajang nasional maupun internasional.
Selain itu, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi atlet dalam menjalani aktivitas olahraga.
Lembaga seperti Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI)
juga berperan dalam mengawasi kontrak olahraga profesional, sementara LADI
bertugas menegakkan aturan anti-doping.
Namun demikian, meskipun berbagai kebijakan telah diatur, masih terdapat kesenjangan antara regulasi normatif dan implementasi di lapangan.
Analisis Kritis
Kelemahan utama dalam sistem perlindungan atlet di Indonesia terletak pada implementasi.
Regulasi yang sudah cukup
lengkap sering kali tidak berjalan maksimal karena keterbatasan anggaran,
kurangnya koordinasi antar-lembaga, serta minimnya pemahaman klub/organisasi
olahraga mengenai hak atlet.
Selain itu, mekanisme kontraktual perlu direformasi. Perjanjian kerja antara atlet dan klub harus mencerminkan asas keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum.
Oleh karena itu, peran notaris, pengacara
olahraga (sports lawyer), dan lembaga arbitrase olahraga sangat penting
untuk memastikan kontrak tidak merugikan atlet.
Indonesia juga perlu mengadopsi konsep dual
career system yang telah berhasil diterapkan di Eropa, sehingga atlet tetap
dapat melanjutkan pendidikan sembari meniti karier olahraga. Perihal ini
berarti buat membagikan jaminan masa depan pasca-pensiun.
Perlindungan hak dan kewajiban atlet merupakan bagian integral dari pembangunan olahraga nasional.
Dari perspektif hukum, baik
nasional maupun internasional, atlet memiliki hak atas kesehatan, pendidikan,
jaminan sosial, dan penghargaan atas prestasi, sekaligus kewajiban untuk
menjunjung tinggi sportivitas, disiplin, dan kepatuhan regulasi.