Kue Tradisional Malang yang Tetap Digemari di Era Modern
ARTIKDIA - Malang tidak hanya tersohor dengan hawa sejuk dan panorama alamnya yang menawan. Kota di Jawa Timur ini juga menyimpan khazanah kuliner yang tiada habisnya, termasuk kue-kue tradisional yang hingga kini masih eksis di tengah gempuran dessert modern.
Bagi banyak orang, menyantap kue tradisional Malang bukan sekadar soal rasa, tetapi juga nostalgia yang membawa kembali kenangan masa kecil.
Di era modern, ketika croissant, mille crepe, atau burnt cheesecake marak dijajakan di kafe-kafe kekinian, kue tradisional Malang tetap setia menemani. Rasanya yang sederhana namun khas, serta makna budaya di baliknya, membuat jajanan lawas ini tidak lekang oleh waktu.
Ragam Kue Tradisional Malang yang Melegenda
1. Putu Lanang
Putu Lanang Malang sudah ada sejak tahun 1935 dan menjadi ikon kuliner malam hari di kota ini. Dibuat dari tepung beras yang diisi gula merah cair lalu dikukus dalam bambu, putu memiliki aroma wangi yang khas.
Ditaburi parutan kelapa, sensasi manis dan gurih berpadu sempurna di lidah. Tidak heran, meski camilan modern bermunculan, antrean di kedai Putu Lanang tak pernah sepi.
2. Onde-onde
Jajanan berbentuk bulat ini mudah ditemukan di berbagai pasar tradisional Malang. Terbuat dari tepung ketan yang digoreng hingga kecokelatan dan ditaburi wijen, onde-onde biasanya berisi kacang hijau yang manis.
Menariknya, kini onde-onde juga dikreasikan dengan varian modern seperti isi cokelat atau keju, tanpa meninggalkan cita rasa klasiknya.
3. Klepon
Klepon menjadi camilan sederhana yang selalu berhasil memikat hati. Adonan tepung ketan berwarna hijau pandan diisi gula merah cair, lalu direbus hingga matang.
Saat digigit, sensasi “meletus” gula merah manis berpadu dengan gurihnya kelapa parut membuat klepon tetap dicari anak-anak muda hingga kini.
4. Apem & Cucur
Kedua kue ini biasanya hadir dalam acara hajatan atau tradisi Jawa di Malang. Apem dengan teksturnya yang lembut terbuat dari adonan beras dan tape, sementara cucur dengan pinggiran renyahnya dihasilkan dari gula merah dan tepung beras.
Meski dulu identik dengan upacara adat, kini apem dan cucur bisa dinikmati sebagai kudapan sehari-hari.
5. Lapis Malang
Berbeda dengan lapis legit khas Belanda, lapis Malang memiliki tekstur lebih sederhana namun tetap kaya rasa.
Kue ini dibuat berlapis-lapis dengan kombinasi rasa manis yang lembut. Banyak toko kue di Malang masih mempertahankan resep turun-temurun, membuat lapis Malang menjadi buah tangan favorit wisatawan.
Adaptasi Kue Tradisional di Era Modern
Menariknya, banyak kue tradisional Malang kini dikemas ulang dengan sentuhan modern. Misalnya:
-
Onde-onde mini dengan isi cokelat lumer.
-
Klepon cake dengan lapisan krim pandan dan taburan kelapa.
-
Putu brownies yang memadukan bahan dasar putu dengan cokelat premium.
Inovasi ini menjadikan kue tradisional tidak hanya sekadar nostalgia, tetapi juga relevan dengan selera generasi muda. Café dan toko kue di Malang pun mulai memadukan unsur tradisional dengan konsep kekinian, sehingga mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
Tempat Menikmati Kue Tradisional Malang
Bagi wisatawan yang ingin berburu kue tradisional, ada beberapa spot legendaris yang bisa dikunjungi:
-
Putu Lanang Celaket – ikon kue putu sejak 1935.
-
Pasar Besar Malang – surganya jajanan tradisional mulai dari onde-onde, klepon, hingga apem.
-
Toko Oen Malang – meski terkenal dengan es krim Belanda, toko ini juga menyediakan kue tradisional dengan nuansa nostalgia.
-
Warung kopi pinggir jalan – banyak warung di Malang yang menyajikan cucur hangat atau pisang goreng sebagai teman minum kopi.
Nilai Filosofis di Balik Kue Tradisional
Kue tradisional bukan hanya makanan, melainkan simbol budaya. Misalnya, apem sering disajikan saat tradisi nyadran atau acara selamatan sebagai simbol permohonan maaf. Klepon dengan bentuk bulatnya dianggap sebagai lambang kebersamaan. Keberadaan kue-kue ini dalam ritual masyarakat membuktikan bahwa kuliner bisa menjadi perekat sosial sekaligus penjaga identitas budaya.
Mengapa Kue Tradisional Masih Eksis?
Ada beberapa alasan mengapa kue tradisional Malang tetap bertahan di tengah derasnya arus modernisasi:
-
Cita rasa autentik – sederhana namun sulit tergantikan.
-
Harga terjangkau – bisa dinikmati semua kalangan.
-
Nilai budaya – lekat dengan tradisi dan sejarah.
-
Adaptasi kreatif – inovasi membuatnya tetap relevan.
Faktor-faktor ini membuat generasi muda tidak hanya mengenal kue modern, tetapi juga bangga melestarikan kuliner lokal.
Kue tradisional Malang adalah bukti nyata bahwa warisan kuliner tidak akan pernah lekang dimakan zaman. Dari putu yang legendaris, onde-onde yang melegenda, hingga klepon yang selalu dirindukan, semua membawa cerita panjang tentang budaya dan kebersamaan.
Di era modern ini, keberadaan kue tradisional tidak kalah bersinar dibanding dessert kekinian. Justru, semakin banyak generasi muda yang mengangkatnya kembali dengan inovasi baru.
Jadi, saat berkunjung ke Malang, jangan lupa sempatkan diri mencicipi kue tradisional yang manis, sederhana, namun penuh makna.