Green Property: Solusi Iklim dan Investasi Berkelanjutan di Era ESG
Artikdia - Seiring meningkatnya kesadaran terhadap krisis iklim dan tuntutan investasi berkelanjutan, properti hijau atau green property mulai mendominasi lanskap pembangunan perkotaan di Indonesia.
Dari kawasan bisnis hingga hunian vertikal, pendekatan ramah lingkungan ini bukan lagi sekadar idealisme, tetapi strategi bisnis masa depan.
Apa
Itu Green Property dan Mengapa Relevan?
Green property merupakan bangunan yang dirancang, dibangun, serta dioperasikan dengan prinsip keberlanjutan.
Ciri utamanya mencakup efisiensi energi, konservasi air, penggunaan material ramah lingkungan, pengelolaan limbah, hingga pencahayaan alami yang optimal.
Di
Mana Green Property Diterapkan?
Green
property tidak terbatas pada satu tipe bangunan. Berikut beberapa contoh nyata:
- Perkantoran: Sequis Tower di kawasan SCBD, Jakarta, meraih sertifikasi LEED Platinum serta mencatat efisiensi energi 61% lebih tinggi dari gedung biasa.
- Hunian Vertikal: Verde Two dan The Armont Residences mengadopsi prinsip desain pasif dan sistem daur ulang air hujan.
- Kawasan Kota: BSD City
mengintegrasikan taman hijau, transportasi publik, serta solar panel dalam
masterplan terbarunya.
Kapan
Tren Ini Melejit?
Tren properti hijau mulai kelihatan semenjak diberlakukannya Permen PUPR No. 2 Tahun 2015 yang mewajibkan bangunan komersial memenuhi standar efisiensi energi.
Namun, lonjakan signifikan terjadi pada
2023–2024 seiring:
- Kenaikan harga energi pasca pandemi
- Dorongan ESG dari investor global
- Insentif green mortgage dari perbankan
- Adopsi
teknologi bangunan pintar
Proyeksi ke depan,
pada 2030, green building diperkirakan bakal mencakup 35% dari total stok
bangunan di kota besar Indonesia.
Bagaimana
Cara Kerja dan Apa Manfaatnya?
Efisiensi
Energi & Operasional
Properti hijau menggunakan sistem HVAC hemat energi, lampu LED otomatis, dan desain ventilasi silang.
Hasilnya, biaya listrik dan air bisa ditekan hingga 50%.
Nilai
Aset Lebih Tinggi
Bangunan
bersertifikat hijau di kawasan premium Jakarta menunjukkan peningkatan harga
sewa 8–10% lebih tinggi, menurut laporan Savills Indonesia.
Reputasi
dan ESG
Untuk
perusahaan, menempati gedung ramah lingkungan memberikan nilai tambah pada
laporan keberlanjutan serta kepercayaan investor.
Kesehatan
dan Produktivitas
Green
office dengan pencahayaan alami dan ruang terbuka hijau terbukti meningkatkan
produktivitas karyawan hingga 10%, serta mengurangi stres kerja.
Insentif Khusus
Pemerintah
melalui beberapa daerah kini mulai memberikan pengurangan retribusi IMB atau
insentif pajak bagi proyek dengan sertifikat hijau.
Tantangan
dalam Implementasi
1.
Biaya Awal Lebih Tinggi
Pembangunan green building memang memerlukan investasi awal sekitar 5–8% lebih tinggi.
Namun, penghematan jangka panjang dan nilai jual
yang lebih tinggi menjadi kompensasi yang setara.
2.
Sertifikasi yang Kompleks
Mendapatkan sertifikasi EDGE, LEED, ataupun Greenship memerlukan proses audit yang ketat dan teknis.
Pengembang
memerlukan konsultan khusus serta SDM berkompetensi.
3.
Edukasi Publik Masih Minim
Banyak calon pembeli masih melihat green property sebagai tren mahal dan elitis.
Perlu
upaya edukasi dari pengembang dan pemerintah agar persepsi berubah.
Masa
Depan Properti Hijau Indonesia
Dalam satu dekade ke depan, green property diprediksi jadi norma baru dalam industri properti nasional.
Hal ini didorong oleh kombinasi kesadaran iklim,
regulasi pemerintah, tekanan ESG, dan peluang ekonomi.
Dengan
berbagai manfaat dan dukungan, masa depan properti Indonesia tampak akan
semakin hijau, berkelanjutan, dan adaptif terhadap kebutuhan generasi
mendatang.


