Menggali Khazanah Keilmuan dan Budaya Islam yang Kian Terlupakan
Artikdia - Islam bukan sekadar sistem keyakinan yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, melainkan juga sumber kekuatan peradaban yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai budaya.
Sejak awal, ajaran Islam mengarahkan umatnya untuk menghargai ilmu sebagai sarana membangun kehidupan yang seimbang antara dimensi spiritual dan intelektual. Kekayaan yang tercipta dari pemikiran, riset, hingga tradisi pendidikan dikenal sebagai khazanah yang tak ternilai.
Namun, di tengah modernitas dan perubahan zaman, khazanah ini kian jarang disentuh, seolah menjadi peninggalan masa lalu yang tak lagi dimaknai.
Wahyu dan Awal Mula Peradaban Ilmu
Segalanya bermula dari satu kata: Iqra’. Perintah membaca yang turun sebagai wahyu pertama membuka jalan bagi berkembangnya tradisi ilmu dalam Islam. Pemahaman terhadap teks suci berkembang dalam beragam cabang keilmuan seperti tafsir, hadits, fikih, bahkan ilmu astronomi dan kedokteran.
Tidak berhenti pada aspek ibadah semata, semangat pencarian ilmu ini menjelma dalam lembaga pendidikan yang melahirkan tokoh-tokoh cemerlang. Kota seperti Baghdad dan Cordoba tumbuh menjadi pusat ilmu yang mempengaruhi peradaban dunia.
Para pemikir Islam klasik tidak hanya berkutat pada masalah teologis, tetapi juga menjadi pelopor dalam sains dan filsafat. Keberadaan ulama klasik seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan Al-Farabi mencerminkan perpaduan antara iman dan akal. Di tangan mereka, ilmu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan gerak menuju pemahaman yang lebih dalam tentang ciptaan.
Sanad dan Adab dalam Proses Pendidikan
Dalam sistem pendidikan Islam, pengakuan atas keilmuan seseorang tidak cukup hanya dari teks tertulis atau sertifikat. Sanad menjadi fondasi penting yang memastikan ilmu diterima secara autentik dan penuh tanggung jawab.
Ini adalah rantai keilmuan yang menghubungkan generasi ke generasi, meneguhkan bahwa ilmu bukan hanya dipelajari, tapi diwariskan secara utuh. Selain sanad, adab juga merupakan pilar utama.
Tradisi keilmuan Islam menekankan etika dalam belajar—mulai dari cara menghormati guru, kesabaran dalam mencari ilmu, hingga menjaga lisan dan sikap. Ilmu tanpa adab akan kehilangan makna dan bisa menyesatkan. Maka dari itu, adab bukan sekadar formalitas, melainkan jantung dalam proses pendidikan.
Tantangan Era Digital dan Krisis Pemahaman
Kemajuan teknologi menghadirkan akses luar biasa terhadap berbagai sumber pengetahuan. Kitab-kitab klasik dapat diunduh dalam bentuk digital, ceramah ulama tersedia dalam format video, dan diskusi ilmu bisa dilakukan lintas negara. Namun, kemudahan ini membawa tantangan baru.
Informasi yang berlimpah sering kali tidak disertai dengan pemahaman mendalam atau bimbingan sanad. Banyak yang belajar hanya melalui media sosial tanpa menyaring validitasnya. Hal ini menyebabkan munculnya pemahaman setengah matang yang cenderung dangkal.
Khazanah Islam yang penuh kedalaman mulai diabaikan demi konten cepat saji yang viral. Di sinilah pentingnya peran institusi pendidikan Islam dan pesantren dalam mengembalikan orientasi ilmu yang berbasis nilai dan metode.
Budaya Sebagai Manifestasi Nilai Ilahiyah
Khazanah Islam bukan hanya berbentuk pemikiran tertulis, tetapi juga tampak dalam ekspresi budaya umat Muslim. Kaligrafi, syair-syair sufi, arsitektur masjid, hingga tradisi tadarus dan maulid merupakan warisan yang memperkaya spiritualitas.
Islam tidak menolak budaya lokal; justru ia menyaringnya dan menyatu dengan nilai transenden agar tidak tercerabut dari akar keimanan. Pelestarian budaya dalam Islam adalah bagian dari upaya menjaga kesinambungan nilai.
Ketika budaya mengandung nilai ilahiyah, ia menjadi media pembentuk karakter umat. Sebagai contoh, dalam dunia mode, berkembangnya tren pakaian muslim merupakan bentuk aktualisasi budaya Islam dalam kehidupan modern yang tetap memegang nilai kesopanan dan identitas.
Menyalakan Kembali Obor Peradaban
Membangkitkan kembali khazanah keilmuan dan budaya Islam bukanlah romantisasi masa lalu. Ia adalah upaya menghadirkan masa depan yang berpijak pada nilai luhur. Di tengah arus globalisasi dan tantangan identitas, Islam menawarkan keseimbangan antara teks dan konteks, akal dan wahyu, tradisi dan inovasi.
Menggali khazanah bukan hanya tanggung jawab akademisi, tapi panggilan bagi seluruh umat. Ia mengajarkan kita untuk tidak terpukau oleh kilau modernitas yang mengabaikan kedalaman. Dengan menggali, merawat, dan meneruskan khazanah ini, umat Islam dapat kembali memainkan peran aktif dalam peradaban dunia dengan penuh percaya diri dan integritas.