Masa Depan Bahasa Daerah, Perlukah Jadi Pelajaran Wajib di Era Globalisasi

Table of Contents

Seorang nenek sedang mengajarkan bahasa daerah kepada cucunya di teras rumah.
ARTIKDIA – Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 700 bahasa daerah, sebuah kekayaan linguistik yang luar biasa. Namun, di balik angka yang mengagumkan tersebut, ada sebuah kenyataan yang mengkhawatirkan.

Ratusan bahasa daerah kini berada di ambang kepunahan, tergerus oleh dominasi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan Bahasa Inggris sebagai bahasa global.

Hal ini memicu sebuah perdebatan penting di dunia pendidikan: perlukah bahasa daerah dipertahankan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah?

Ataukah waktu belajar siswa lebih baik difokuskan pada keterampilan lain yang dianggap lebih relevan untuk masa depan?

Argumen 'Setuju': Bahasa Daerah sebagai Akar Identitas

Bagi para pendukungnya, mewajibkan pelajaran bahasa daerah adalah langkah krusial untuk menjaga warisan budaya.

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi. Di dalamnya terkandung sejarah, kearifan lokal, sastra, dan cara pandang unik suatu masyarakat. Kehilangan bahasa sama dengan kehilangan sebagian dari jati diri bangsa.

Selain itu, penggunaan bahasa daerah terbukti dapat memperkuat ikatan sosial dalam sebuah komunitas, terutama antara generasi muda dengan generasi tua.

Argumen 'Tidak Setuju': Tuntutan Keterampilan Global

Di sisi lain, ada pandangan yang lebih pragmatis. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kurikulum sekolah sudah terlalu padat.

Menambahkan beban dengan pelajaran bahasa daerah dianggap kurang efisien. Waktu tersebut, menurut mereka, lebih baik dialokasikan untuk memperdalam penguasaan Bahasa Inggris atau keterampilan digital yang dibutuhkan di pasar kerja global.

Kompleksitas dalam standardisasi pengajaran ratusan bahasa yang berbeda di seluruh nusantara juga menjadi tantangan teknis yang sangat besar.

banner iklan


Mencari Jalan Tengah: Integrasi, Bukan Isolasi

Jalan tengah mungkin menjadi solusi yang paling bijak. Bahasa daerah tidak harus menjadi mata pelajaran yang kaku dan terisolasi.

Pembelajaran bisa diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain seperti Sejarah atau Seni Budaya. Misalnya, belajar sejarah lokal melalui cerita rakyat dalam bahasa daerahnya.

Penguatan program Muatan Lokal (Mulok) yang disesuaikan dengan konteks setiap daerah juga bisa menjadi pilihan, memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk mengajarkannya dengan cara yang lebih kreatif dan menarik.

Pada akhirnya, pelestarian bahasa daerah adalah tanggung jawab bersama. Sekolah memegang peran penting, namun peran keluarga dan komunitas dalam menggunakan bahasa tersebut dalam percakapan sehari-hari adalah fondasi yang tak tergantikan.

Tanpa penggunaan aktif di rumah, pelajaran di sekolah tidak akan banyak berarti.


Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM