Pendidikan Masih Bayar? Ini Alasan Negara Belum Gratiskan Sekolah Dasar 2025

Daftar Isi

Orangtua membayar biaya sekolah anak

ArtikdiaPada tahun 2025, banyak orang tua di Indonesia masih harus merogoh kocek untuk biaya pendidikan dasar anak-anak mereka. Padahal, konstitusi negara telah menjamin bahwa pendidikan dasar seharusnya bebas dari segala bentuk pungutan. Lalu, mengapa hal ini belum sepenuhnya menjadi kenyataan?

 

Janji Konstitusi yang Masih Jauh dari Kenyataan

UUD 1945 melalui Pasal 31 memberikan mandat tegas: setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan negara bertanggung jawab membiayai pendidikan dasar. Namun, di lapangan, anak-anak masih dikenai pungutan, baik berupa iuran komite, pembelian seragam, hingga biaya ekstrakurikuler.

Putusan Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan bahwa pungutan tersebut tidak seharusnya dibebankan kepada peserta didik. Meski begitu, banyak sekolah, terutama di daerah-daerah, masih melakukannya demi menutup kebutuhan operasional yang belum sepenuhnya ditanggung negara.

 

Anggaran Ada, Tapi Belum Cukup untuk Semua

Memang benar bahwa anggaran pendidikan dalam APBN 2025 mencapai lebih dari Rp600 triliun. Angka ini setara dengan 20% dari total belanja negara. Tapi jika kita telaah lebih dalam, sebagian besar dari anggaran itu habis untuk membayar gaji guru, tunjangan profesi, dan biaya operasional sekolah negeri.

Sementara itu, untuk mewujudkan pendidikan gratis 2025 secara menyeluruh—termasuk di sekolah swasta, madrasah, dan wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar)—alokasinya masih sangat terbatas. Belum lagi, tahun ini pemerintah juga menggelontorkan dana besar untuk program makan siang gratis dan subsidi energi, yang sama-sama menyedot anggaran pendidikan.

 

Ketimpangan Daerah Jadi Tantangan Serius

Di kota-kota besar, sebagian sekolah sudah tidak lagi membebankan pungutan kepada siswa. Namun kondisi ini berbeda jauh dengan sekolah-sekolah di daerah pelosok. Infrastruktur yang kurang memadai, jumlah guru yang terbatas, serta anggaran daerah yang kecil membuat pemerataan akses pendidikan masih menjadi persoalan klasik.

Desentralisasi pendidikan yang memberikan wewenang besar kepada daerah ternyata belum diikuti dengan kemampuan pengelolaan keuangan yang merata. Alhasil, ada sekolah yang bisa berjalan tanpa pungutan, tapi ada pula yang justru semakin bergantung pada bantuan dari orang tua murid.

 


Pendidikan Gratis Bukan Sekadar Soal Anggaran

Menggratiskan pendidikan dasar bukan cuma perkara menambah dana. Lebih dari itu, dibutuhkan kebijakan yang tepat sasaran, transparansi dalam pengelolaan anggaran, dan kemauan politik yang kuat. Tanpa ketiganya, program sebesar apa pun akan kesulitan menyentuh kebutuhan dasar siswa secara nyata.

Pemerintah juga perlu menata ulang prioritas belanja. Jika pendidikan benar-benar dianggap sebagai fondasi masa depan bangsa, maka pembiayaan pendidikan harus ditempatkan di posisi paling strategis dalam penyusunan anggaran negara.

 

Harapan di Tengah Tantangan

Meski saat ini pendidikan dasar belum sepenuhnya gratis, bukan berarti harapan telah sirna. Banyak pihak, mulai dari guru, komunitas pendidikan, hingga masyarakat sipil, terus mendorong perubahan. Tekanan publik yang sehat dapat menjadi pemicu bagi lahirnya kebijakan yang lebih pro-rakyat.

Di sisi lain, orang tua dan sekolah juga bisa terus membangun komunikasi yang terbuka dan saling mendukung. Kolaborasi menjadi kunci agar pendidikan tetap berjalan, sambil mendorong negara untuk segera memenuhi janji konstitusionalnya.

 

Janji Tak Boleh Hanya Jadi Slogan

Pendidikan adalah hak, bukan beban. Jika negara benar-benar berpihak pada masa depan generasi muda, maka mewujudkan pendidikan dasar yang gratis dan berkualitas seharusnya menjadi prioritas utama, bukan sekadar slogan dalam pidato kenegaraan.

 

Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM
Jasa Pembuatan Website UMKM