Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian dan Peternakan: Tantangan dan Langkah Adaptasi
Artikdia - Perubahan iklim kini bukan lagi sekadar isu global, melainkan telah memberi dampak nyata pada kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para pelaku di sektor pertanian dan peternakan. Peningkatan suhu udara, pergantian musim yang sulit ditebak, serta kejadian cuaca ekstrem semakin sering terjadi, memberikan tekanan besar terhadap sistem produksi pangan di Indonesia.
Bukan hanya lahan pertanian yang terpengaruh, namun juga area penggembalaan, ketersediaan pakan, hingga kesehatan hewan ternak turut menghadapi risiko serius. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, pengalaman dan kebiasaan lama tak lagi cukup untuk menjamin keberhasilan usaha tani dan peternakan.
Perubahan Pola Musim dan Dampaknya pada Pertanian
Jadwal Tanam yang Tidak Konsisten
Salah satu dampak utama dari perubahan iklim adalah gangguan terhadap kalender tanam. Bila dahulu petani mengandalkan pola masa yang normal saat ini mereka wajib mengalami keterlambatan masa hujan ataupun hujan deras di luar prediksi, apalagi dikala panen lagi berlangsung. Perihal ini menimbulkan kandas panen serta pembengkakan bayaran perawatan tumbuhan.
Berdasarkan data dari BMKG, suhu rata-rata Indonesia mengalami kenaikan sekitar 0,2°C setiap dekade. Kenaikan suhu ini meningkatkan laju penguapan air dari tanah, mempercepat kekeringan, dan secara langsung menurunkan hasil panen di banyak wilayah.
Lonjakan Hama dan Penyakit
Temperatur besar serta kelembapan yang tidak menentu menghasilkan area sempurna untuk perkembangan hama serta penyakit tumbuhan. Tanaman yang mengalami stres karena kekurangan air akan lebih rentan terhadap serangan, sehingga petani harus menggunakan lebih banyak pestisida. Hal ini berdampak buruk terhadap ekosistem tanah dan kualitas hasil pertanian itu sendiri.
Dampak Langsung terhadap Peternakan
Menurunnya Ketersediaan Pakan dan Produktivitas
Di sektor peternakan, rumput sebagai pakan alami sulit tumbuh pada musim kemarau yang panjang. Peternak dipaksa membeli pakan tambahan yang lebih mahal, atau bahkan mengurangi jumlah hewan ternaknya agar tetap bisa bertahan. Akibatnya, produksi seperti susu, daging, dan telur ikut merosot.
Selain itu, suhu yang tinggi juga menyebabkan hewan ternak mengalami stres panas, yang berdampak pada penurunan kesuburan, berat badan, dan meningkatkan risiko kematian, khususnya pada ayam pedaging dan sapi perah.
Langkah Adaptasi dan Inovasi di Lapangan
Pengembangan Teknologi dan Tanaman Tahan Iklim
Untuk menjawab tantangan ini, sektor pertanian mendorong pengembangan benih unggul yang lebih tahan terhadap kondisi ekstrem. Beberapa contoh di antaranya adalah padi gogo yang tumbuh di lahan kering, serta sayuran hortikultura dengan daya tahan terhadap panas berlebih. Ini merupakan langkah penting dalam strategi adaptasi pertanian.
Dalam peternakan, penggunaan teknologi seperti sistem ventilasi di kandang, serta inovasi pakan fermentasi yang lebih tahan simpan dan bergizi, menjadi kunci agar ternak tetap sehat di tengah perubahan iklim.
Perbaikan Sistem Irigasi dan Pengelolaan Air
Sektor pertanian juga memerlukan perencanaan ulang dalam sistem irigasi. Rehabilitasi jaringan pengairan, pembangunan penampungan air seperti embung, hingga distribusi pompa ke wilayah-wilayah rawan kekeringan telah dilakukan. Dengan efisiensi pengelolaan air, petani bisa lebih mandiri dan tidak semata bergantung pada hujan.
Cerita dari Lapangan
Seorang petani di NTB menyampaikan, “Biasanya kami tanam jagung saat kemarau tiba, tapi sekarang musimnya tidak jelas. Kadang terlalu kering, lalu tiba-tiba banjir.” Ia pun mencoba menanam sorgum sebagai alternatif karena lebih tahan terhadap kekeringan.
Sementara itu, seorang peternak kambing dari Yogyakarta mengeluhkan harga pakan yang melonjak dua kali lipat. “Rumput di padang cepat mengering. JIka tidak beli pakan bonus kambing aku kurus serta gampang sakit,” tuturnya.
Masa Depan Pangan Indonesia di Tengah Krisis Iklim
Meski tantangannya besar, kita masih memiliki peluang untuk beradaptasi. Sinergi antara pemerintah, akademisi, petani, dan peternak sangat diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim. Program edukasi, bantuan teknologi, serta perlindungan usaha melalui asuransi pertanian dan peternakan bisa menjadi solusi nyata.
Sepanjang terdapat pemahaman serta aksi kolektif, pertanian serta peternakan Indonesia hendak senantiasa berdiri kuat selaku tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim bukan sekadar persoalan alam, tapi tantangan besar bagi masa depan pangan. Tindakan adaptif yang nyata di tingkat lokal, termasuk inovasi dan kolaborasi lintas sektor, adalah kunci utama dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian dan peternakan.
Langkah kita hari ini akan menentukan apakah generasi mendatang masih bisa menikmati pangan yang cukup, sehat, dan terjangkau.